RSS FEED

Hukum Do'a Bersama?



Akhir-akhir ini sering kita mendengar diselenggarakannya doa bersama, yaitu doa yang dilakukan secara bersama-sama dalam satu majlis oleh para tokoh dari berbagai agama, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Bagaimanakan hukum melakukan doa bersama ini menurut agama (fikih)?
Pertanyaan
Akhir-akhir ini sering kita mendengar diselenggarakannya doa bersama, yaitu doa yang dilakukan secara bersama-sama dalam satu majlis oleh para tokoh dari berbagai agama, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Bagaimanakan hukum melakukan doa bersama ini menurut agama (fikih)?
Jawaban
Dalam hal ini ada tiga pendapat dikalangan ulama yang berkaitan dengan pertanyaan di atas, yaitu:
1. Tidak boleh, karena do’a non muslim tidak diterima berdasarkan aqidah yang tidak Islam; Allah berfirman:
ومن يبتغ غير الإسلام دينا فلن يقبل منه، وهو في الآخرة من الخاسرين.
Dalam beberapa kita disebutkan sebagai berikut:
"ولا يجوز التأمين على الدعاء الكافر لأنه غير مقبول لقوله تعالى (وما دعاء الكافرين إلا في ضلال).
Dan tidak boleh mengamini doa orang kafir karena do’anya tidak diterima sesuai dengan firman Allah “dan do’a orang-orang kafir itu hanya sia-sia belaka”. (Hasyiyah al-Jamal juz 2, hal 119)
 لا يجوز أن يؤمن على دعائهم (الكافرين) كما قال الروياني لأن دعاء الكافرين غير مقبول
“Tidak boleh mengamini do’a mereka (orang kafir) sebagaimana diungkapkan oleh Imam al-Rawyani, karena do’a mereka tidak akan diterima”. (Mughni al-Muhtaj, juz I, hal 323).
2.    Makruh, jika perkumpulan tersebut berada di dalam musolla atau masjid, apalagi berbaurnya tersebut dilandasi hanya sekedar berkumpul tanpa ada tujuan positif.
ولا يختلطون أهل الذمة ولا غيرهم من ساءر الكفار بنا في مصلانا ولا عند الخروج، أي يكره ذلك بل يتميزون عنا في مكان.
“Orang kafir baik ahli dzimmi atau yang lain, tidak diperbolehkan menjadi satu majlis peribadatan kta, demikian halnya ketika kita keluar. Percampuran tersebut makruh, dan mereka harus membedakan pada tempat yang yang berbeda”. (mughni al-muhtaj, juz I, hal 323)
3.    Boleh, mengamini atau memimpin doa bersama non muslim, bahkan sunnah jika caranya tidak bertentangan dengan syari’at Islam dan isi doanya memohon hidayah, pertolongan dan menjalin hubungan baik di dunia (kerukunan antar umat beragama) serta bermanfaat demi kemaslahatan umat bahkan untuk mencegah timbulnya sesuai mudharat yang tidak diinginkan.
والوجه جواز التأمين بل ندبه إذا دعى لنفسه بالهداية ولنا بالنصر مثلا.
“Menurut pendapat, boleh bahkan sunnah jika ia berdoa agar dirinya mendapatkan hidayah dan kita mendapatkan pertolongan”. (al-Jamal, juz II, hal 199).
وثانيها المباشرة بالجميل في الدنيا بحسب الظاهر وذلك غير ممنوع.
“Yang kedua, tidak dilarang untuk bergaul (dengan orang-orang kafir) dengan pergaulan yang baik di dunia” (tafsir Munir juz I, hal 64).
أما معاشرتهم لدفع الضرر يحصل منهم أو جلب نفع فلا حرمة فيه.
“adapun bergaul dengan mereka untuk mencegah timbulnya sesuatu mudlarat yang tidak diinginkan yang mungkin dilakukan oleh mereka, ataupun mengambil sesuatu manfaat dari pergaulan tersebut maka hukumnya tidak haram”. (al-Bujairimi, juz IV, hal 235.
Kepastian Hukum Doa Bersama
Pertama-tama, perlu difahami bahwa acara doa bersama seperti ini, di negara kita Indonesia, seringkali dilakukan sebagai upaya untuk menggalang dan mempertahankan kerukunan antar umat beragama. Ini karena, dalam masyarakat kita, agama seringkali dijadikan alat untuk melakukan kekerasan dan penyerangan kepada umat yang lain. Sehingga, tujuan utama dilakukannya doa bersama adalah, agar persatuan dan kesatuan antar warga negara yang terdiri dari berbagai unsur agama dalam bhineka tunggal ika dapat terwujud, demi tegaknya Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera. Maka dalam kontek ini, kita perlu berpegang pada pendapat yang ketiga, berdasarkan pada kaidah fiqih:
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح.
“menolak mafsadah itu lebih penting daripada menarik manfaat”.
Pengertian mafsadah ini adalah termasuk mafsadah terjadinya pertikaian, perselisihan dan permusuhan antar pemeluk agama yang dapat mengancam keutuhan bangsa, yang dimungkinkan akan mengganggu ketentraman umat Islam dalam menjalankan ibadahnya, seperti pada kasus Poso, Maluku dll.
Namun demikian, perlu juga dipertimbangkan bahwa mafsadah itu berupa mudharat yang dapat mengancam aqidah umat Islam, yakni terjerumusnya aqidah umat untuk membenarkan aqidah orang non-muslim (seperti didalihkan kaum fundamentalis bahwa do’a bersama adalah gerakan untuk pemusyrikan). Karena itu, do’a bersama dengan maksud dan tujuan di atas hanya boleh dilakukan dengan beberapa persyaratan, seperti berikut:
  1.  Hanya dengan niat dan tujuan untuk menjaga kerukunan antar umat beragama. Tujuan ini adalah dalam rangka untuk mu’ayarah dunyawiyah (pergaulan dalam urusan dunia), yakni menjaga persatuan dan kesatuan antar warga negara, dengan menjaga kerukunan antar umat beragama.
  2. Dengan melibatkan para ulama yang mumpuni dan mempunyai pengaruh di masyarakat, dalam rangka mengawal aqidah umat dari penyelewengan aqidah dan keyakinan.
  3. Harus disertai dengan penjelasan kepada para peserta (yang umat Islam) bahwa do’a bersama bukanlah bertujuan untuk ibadah (mahdlah), tapi hanya bertujuan untuk menjaga persatuan dan kesatuan antar umat beragama. Ini untuk menghindari kesalahfahaman umat dari keyakinan dan pemahaman bahwa do’a bersama merupakan ibadah dan merupakan perintah dari Allah.
  4. Sebaiknya tidak melibatkan masyarakat awam yang masih mempunyai kelemahan aqidah dan keimanan dalam do’a bersama, karena kemungkinan akan menimbulkan kesalahfahaman dan penyelewengan aqidah mereka dengan membenarkan keyakinan dan aqidah agama lain (non-muslim).

0 komentar:

Posting Komentar

Return top